Perempuan, Berjilbab, dan Solotravelling (Hari 2) : Kuala Lumpur - Putrajaya - Selangor

"To awaken alone in a strange town is one of the pleasantest sensations in the world" - Freya Stark


Terbangun di sebuah bunk bed dan langsung melihat lima orang perempuan bule tengah tidur dengan pulasnya di dalam kamar, aku langsung tersadar bahwa aku sedang berada dalam situasi yang tidak biasa. Suasana pagi yang sangat sepi itu membuatku semakin larut dalam pikiran bahwa aku benar-benar seorang diri, di sebuah kota yang belum kukenal, di negara orang. Memang, ini bukan kali pertama datang ke Kuala Lumpur, tapi... Kunjungan terakhir ke Kuala Lumpur hanyalah kunjungan singkat, kurang dari 24 jam, tentu bukan waktu yang cukup untuk mengenali kota tersebut. Lagi-lagi, perasaan takut dan ragu itu datang lagi. "Akan seperti apa hariku hari ini? Semoga baik-baik saja", sebuah ketakutan wajar yang bisa saja dialami oleh siapapun yang pergi sendirian, kurasa. Tapi, di samping rasa takut itu, ada pula perasaan penasaran luar biasa. Kombinasi perasaan senang dan takut yang gak bisa digambarkan dalam kata.



Serenity hostel, tempat aku menginap di malam pertama

Selepas sholat subuh, aku langsung bersiap mandi. Kulihat kelima mbak bule masih lelap dalam tidurnya. Di hostel tersebut hanya ada satu kamar mandi di setiap lantai. Sesampainya di kamar mandi, eh ternyata kamar mandinya sedang dipakai (dan yang pakai laki-laki). Aku galau karena berpikir, "yah, masak aku mandi gantian kamar mandinya sama cowok sih?". Geli dengan pemikiran tersebut aku turun ke lantai satu berharap bisa mandi di sana. Ternyata di lantai satu letak kamar mandinya bersebelahan dengan ruang makan yang mana di ruang makan tersebut sedang ada tiga orang laki-laki tengah menyantap sarapannya. Lagi-lagi perasaan geli itu muncul, perasaan kurang nyaman kalau melakukan aktivitas tersebut berdekatan dengan laki-laki. Aku kembali naik ke lantai dua, kamar mandinya masih digunakan. Iseng aku naik ke rooftop, ternyata ada tiga buah kamar mandi di sana dan ketiganya tidak digunakan. Ditambah suasana rooftop yang cukup sepi, rasanya cukup pede mandi di sana. Kalau ada perempuan yang tertarik solotravelling dan kebetulan baca tulisan ini, mungkin kalian perlu masukkan kamar mandi sebagai salah satu pertimbangan, apakah shared, apakah dipisah laki dan perempuannya, apakah di dekat tempat umum, dll.

Selesai mandi aku kembali ke kamar dan mendapati tiga mbak bule sudah bangun, bahkan mereka sudah bersiap jalan. Mungkin karena beda budaya kali ya, mereka cuss tanpa mandi pagi. Kilat banget, bangun langsung berangkat. Hihihi. Ini nih asiknya tinggal di hostel (dorm), jadi bisa melihat langsung kebiasaan traveller lain, hihihi. Setelah sarapan (yang berasa kayak ngemil doang), aku berangkat memulai perjalanan ngebolangku di Malaysia. Tujuan pertama? Jelas! KLCC! Kenapa KLCC jadi tujuan pertamaku? Jawabannya sesederhana karena aku pengen punya foto sama twin tower! Ahahahaha. Dua tahun lalu aku datang ke KLCC malam hari dan kami (saat itu aku bersama Nisa dan Hafizh) gagal mendapatkan foto yang bagus, hehehehe.


Foto bareng menara kembar, akhirnya...

Sejatinya mas-mas resepsionis menyarankanku untuk naik monorel (yang memang jarak stasiunnya gak jauh dari hotel) ke KLCC. Tapi, entah karena memang ingin ngirit atau karena ingin eksplor KL atau keduanya, akhirnya aku putuskan untuk jalan kaki dari hostel ke KLCC. Jarak hostel dan KLCC tidak terlalu jauh, tidak sampai satu jam jalan kaki. Aku melewati sebuah hutan lindung, KL tower, dan sebuah taman cinta. Hahaha. Sebenarnya aku juga kurang tau taman apa namanya, tapi banyak tulisan cinta di sana yang asli lah bikin senyum-senyum, hihihi.

Duileeeh... Salah banget lah jomblo nekat main ke taman ini :p

Taman ini lokasinya sangat dekat dengan pintu masuk ke Mall Suria, jadilah aku mampir ke mall dulu sebelum lanjut cari spot foto asik. Selfie dengan twin tower sebenarnya sedikit dilematis sih. Kalau mau kelihatan utuh bangunannya, muka kita yang gak kelihatan (efek cahaya, bikin muka kita item doang). Kalau mau muka kita keliatan bagus, eh si tower yang gak keliatan bagus. Dilema yang sama aku alami dua tahun lalu sewaktu mau ambil foto twin tower di malam hari, dan dulu aku gagal. Makanya, tekadku hari itu adalah "aku harus sukses ambil gambar bareng ini gedung". Mungkin akan lebih mudah kalau difotoin orang ya. Tapi apa daya, sebagai jomblotraveller #eh, maksudnya solotraveller, aku harus berlapang dada menerima kenyataan bahwa yang bisa lakukan hanyalah selfie. Hihihihi. Lucu, karena aku termasuk orang yang jarang selfie, bahkan adikku bilang tanganku olo (jelek) untuk selfie, pasti hasilnya jele. Eh, tiba-tiba harus selfie bahkan di tempat publik demi dapat dokumentasi perjalanan. Ahihihi. Setelah berjuang satu jam, akhirnya aku mendapatkan foto-foto yang cukup membuat hati puas.

Akhirnya punya foto sama Twin tower. Suka banget sama foto ini gak tau kenapa,
padahal ada foto yang lebih jelas lagi twin towernya :p

Putrajaya, perjalanan yang membingungkan...

Ini nih efek kurang riset! Perjalanan menuju Putrajaya berhasil bikin deg-degan, akibat kurangnya persiapan dan riset tentang jalur transportasi menuju ke sana. Sebagian besar blog yang kubaca menyarankan naik KLIA transit, tapi entah kenapa, dengan jumawanya aku memilih naik ktm sampai Serdang dan berganti bis di sana. Jadi, dari KLCC aku naik lrt ke KL sentral yang kemudian dilanjut naik ktm (komuter) ke Serdang. Sampai di Serdang bingung dong, hehehe. Gak tau sama sekali arah menuju Putrajaya itu ke mana, bis yang harus dinaiki seperti apa bentuknya juga gak tau. Parah! Saat itu sudah jam makan siang padahal sedari pagi aku belum makan (kecuali nyemil roti sehelai) dan seharian jalan kaki ke sana kemari. Mulai gemeteran deh badan, gak kuat bawa tas ransel yang sebenarnya gak berat-berat amat itu. Mampirlah aku ke warung bakso! hahahaha. Sebagian besar pembeli bakso di sana ngomong pake bahasa jawa. Ngekek kan, jauh-jauh ke Malaysia makan bakso juga. Hahaha... 

Setelah badan gak gemeteran lagi, aku jalan menuju halte bis yang berada persis di depan warung bakso tadi. Tanya ke bapak-bapak tentang bis ke Putrajaya, eh si bapak gak paham bahasa indonesia. Walhasil aku menanti sesuatu yang tak pasti itu selama sejam. Kenapa menanti sesuatu yang tak pasti? Iyes, karena sejam itu aku gak tau siapa yang kutunggu, bis kayak apa yang harus kunaikin, dll. Geblek emang. Hahahaha. Sampai suatu ketika, datanglah tiga cewek Arab, cantik maksimal, duduk di sebelahku. Mereka bertiga ngobrol dalam bahasa Arab yang aku gak paham artinya apa. Slamur-slamur aku dengar mereka menyebut kata "Putrajaya". "Hmm, mau ke putrajaya mereka", batinku. Saat mereka naik ke satu bis (jalur 501), aku ikutin mereka sambil aku tanya ke pak sopirnya "Putrajaya?" dan diiyakan sama pak sopir. "Amaan...", batinku lagi. Bis berjalan beberapa waktu dan ketiga cewek Arab tadi turun. Reflek aku ikut berdiri dan mau turun. Tiba-tiba pak sopir teriak "Adek! Mau ke mana?". Aku jawab singkat "Putrajaya". Eh, si pak sopir pake acara teriak sambil ketawa "belum sampeee". Malu maksimal!

Terminal di Putrajaya
Pemberhentian terakhir bis tadi adalah Putrajaya Sentral, semacam terminal. Lagi-lagi aku bingung. Dalam benakku bis tadi akan berhenti di suatu kawasan di Putrajaya yang kayak di gambar-gambar, ternyata tidak. Hahahaha. Aku harus naik bis satu kali lagi (jalur 502) dan membayar 50 sen untuk sampai di masjid Putra. Tujuan utamaku ke Putrajaya memang masjid itu sih. 

Masjid Putra
Aku sholat dzuhur dan ashar di masjid ini. Adem, nyaman buat istirahat plus ada wifi dan colokan, tambah nyaman lah. Sewajarnya masuk ke tempat ibadah, seluruh pengunjung wajib berpakaian sopan. Baik putra maupun putri harus menutup auratnya. Masjid ini menyediakan jubah untuk pengunjung yang tidak menutup aurat. Jadi, laki-laki yang memakai celana pendek, atau perempuan yang tidak berjilbab, bahkan perempuan berjilbab yang bercelana jeans harus memakai jubah tersebut. Aku tidak diminta memakai jubah tersebut karena aku sudah memakai rok, baju panjang dan jilbab bergo menutup dada (padahal sih pengen pake jubah itu, njajal).

mereka yang berjubah
Setelah sholat dzuhur-ashar dan beristirahat cukup lama di Masjid Putra, aku jalan kaki sebentar ke Perdana Putra, sebuah bangunan yang terletak tepat di sebelah Masjid Putra. Bangunan ini merupakan tempat pak perdana menteri malaysia bekerja. Puas foto-foto di kawasan Masjid Putra dan Perdana Putra, aku dengan kepercayaan diri yang tinggi berangkat berjalan kaki berniat mengelilingi Putrajaya. Tapi, baru sampai bangunan kementerian kewangan aku sudah tepar. Hehehehe. Akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke Putrajaya Sentral.

Gambar ini diambil saat aku tepar
Hostel, kamu di mana....

Malam kedua ini sedianya aku menginap di sebuah hostel yang aku booking dari internet. Perjalanan menuju hostel sama sekali tidak mudah. Aku kembali ke KTM Serdang menggunakan bis 502. Sesampainya di KTM Serdang, aku bingung harus naik bis apa ke mana. Tanya orang yang sama-sama menunggu bis pun tidak ada satu pun yang tau alamat hostel yang kubawa. Sampai akhirnya aku bertemu Kak Fatiha, seorang yang aku temui di pinggir jalan. Orang baik yang mengantarkanku naik bis yang tepat dan menitipkanku pada orang baik lainnya bernama Kak Azih. Keduanya tidak percaya aku berangkat seorang diri saja ke Malaysia. Keduanya juga terheran-heran bagaimana aku bisa nyasar sampai ke daerah yang menurut mereka jarang didatangi turis ini. Berkat bantuan dua perempuan muda ini lah akhirnya aku bisa menemukan kawasan ruko tempat hostelku berada. 

Namun, malang tak bisa ditolak. Aku berkeliling seluruh sudut ruko untuk mencari hostel tersebut dan masih tidak bisa menemukannya. Parahnya, aku bertanya pada orang-orang yang sehari-hari berada di ruko tersebut pun banyak yang tidak tahu keberadaan hostel tersebut. "Wah, gak beres nih", pikirku. Singkat cerita, aku berhasil menemukan papan nama hostelku. Namun, setelah aku masuk, hostel tersebut sangat kotor dan sepi. Tidak ada satu pun orang di sana, bahkan resepsionis pun tidak ada. Aku baca di kertas yang tertempel di pintu bahwa staff hanya akan datang ketika ambil uang (istilah kasarnya begitu). Ada juga aturan tentang larangan menutup pintu hostel, "hellooo~ gak ada resepsionis dan pintu gak ditutup padahal aku satu-satunya tamu. Heloooooowwwww". Demi keamananku sendiri, akhirnya ku putuskan tidak jadi menginap di sana. Beruntung di dekat tempat itu ada sebuah hotel yang terlihat jauh lebih bonafide. Akhirnya malam itu aku bermalam di hotel tersebut, yaa walaupun dengan harga yang hampir tiga kali lipatnya sih. Tapi terpuaskan dengan layanan dan fasilitasnya.

Hari kedua sukses dilalui dengan segala lika-likunya. Bagaimana hari ketiga?

3 komentar:

  1. Balasan
    1. Iya nih mbak, aku kalau nulis masih dalam format curcol :( belum bisa milah milih konten yang oke buat dibikin artikel menarik. Huaaaaa~~~ *dan blog isengku malah lebih sering kuisi daripada yg semestinya jadi blog seriusku*

      Hapus
  2. Ya ampun..bagian tentang hostel itu mengerikan banget=(

    BalasHapus