Belajar Pangan Halal Bersama LPPOM MUI dan HokBen

"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu" QS. Al Baqarah (2): 168


sumber: http://www.eat-halal.com/wp-content/uploads/2013/11/question-halal-e1384878422397.jpg

Masyarakat muslim Indonesia semakin hari semakin mudah mengakses ilmu, baik dari kajian di masjid-masjid yang frekuensinya semakin banyak maupun mengaksesnya secara online. Seiring dengan kemudahan tersebut, kesadaran masyarakat akan pentingnya pangan halal juga meningkat. Persoalan pangan halal menjadi penting karena makanan yang masuk ke dalam tubuh akan banyak mempengaruhi kerja tubuh bahkan pikiran, disamping memang pangan halal telah diatur secara tegas di dalam Al-Quran. Dorongan untuk taat pada perintah Allah serta keinginan memberikan makanan terbaik untuk tubuh membuat permintaan pangan halal di Indonesia semakin tinggi. 

Berbicara tentang pangan halal tentu tidak bisa lepas dari Islam, karena memang urusan halal merupakan urusan domestik umat Islam. Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia tentu membutuhkan pangan halal dalam jumlah besar. Sayangnya, masyarakat muslim Indonesia sering mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi suatu produk pangan maupun tempat makan, apakah halal atau tidak. Untuk mempermudah masyarakat melakukan identifikasi apakah suatu produk pangan atau suatu tempat makan halal ataukah tidak, hadirlah Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI).

HokBen sebagai salah satu restoran yang telah tersertifikasi halal dari LPPOM MUI memfasilitasi sebuah acara sosialisasi sertifikasi pangan halal. Acara diadakan di HokBen Jakal (Jalan Kaliurang - Jogja) pada tanggal 4 Juni 2016 dengan mendatangkan wakil direktur LPPOM MUI pusat, Ibu Oesnawi Goenawan.


Sertifikasi halal, penting ya?

Menurut surat Al-Maidah (5) ayat 3, secara garis besar ada lima jenis makanan yang menjadi sumber haram, yaitu babi, bangkai, darah, hewan-hewan yang disembelih atas nama selain Allah, dan juga khamr (sesuatu yang memabukkan). Apakah kemudian memilih pangan halal cukup dengan menghindari makan babi guling, babi goreng, babi bakar, minum darah segar, makan ayam tiren, makan makanan sesaji dan minum bir, wine, dan yang sejenisnya? Ternyata menghindari pangan haram tidak sesederhana itu.

Suasana sosialisasi pangan halal di HokBen Jakal

Suatu produk makanan yang terbuat dari bahan-bahan yang halal bisa saja menjadi haram pada akhirnya. Bagaimana bisa? Ya, bisa saja jika pada saat pengolahan menggunakan peralatan yang terkontaminasi (tercemar) bahan-bahan non-halal. Contohnya, tempe goreng yang digoreng memakai wajan bekas untuk menggoreng babi. Tempenya halal, minyaknya minyak goreng yang halal, tapi wajannya? Nah, itu bisa jadi salah satu sebab makanan menjadi tidak halal.

Selain itu, makanan juga bisa menjadi haram ketika bahan tambahan pangan atau zat aditif (pemanis, pengawet, pewarna, penstabil, dll) yang digunakan tercampur dengan bahan-bahan yang tidak halal. Contoh, kasus MSG yang dulu sempat ramai, bahannya adalah tetes tebu yang halal, hanya saja, mikrobia yang digunakan untuk proses fermentasi tetes ini ditumbuhkan pada media yang tercampur babi. Jadi babi ini sangat amat kecil dalam produk MSG, namun bisa jadi penyebab makanan tersebut menjadi tidak halal.

Hal-hal di atas lah yang membuat sertifikasi halal menjadi penting. Kita sebagai orang awam tentu akan kesulitan jika harus menelusuri makanan apakah halal atau tidak hingga ke sumber-sumbernya. Di sinilah peran LPPOM MUI, memudahkan kita, konsumen muslim untuk memilih makanan yang halal dan baik kita makan.


Tidak ada paksaan untuk menjadi rumah makan halal

LPPOM MUI tidak pernah memaksa rumah makan untuk menjadi halal. Pilihan untuk mengkonsumsi makanan halal atau haram ada di tangan konsumen sepenuhnya. Kecenderungan konsumen untuk memilih pangan halal yang disambut dengan niat baik rumah makan untuk melayani konsumen muslim hanya dengan makanan halal lah yang membuat sertifikasi pangan halal di rumah makan bisa terwujud. Jika satu rumah makan mau tersertifikasi halal, maka rumah makan tersebut sama sekali tidak boleh menyediakan menu yang tidak halal. Butuh komitmen yang kuat dari pihak manajemen rumah makan untuk bisa tersertifikasi halal dari LPPOM MUI. Pengecekan kehalalan pangan dilakukan dengan sangat cermat dan hati-hati. Para auditor (orang yang mengecek) adalah orang-orang ahli di bidang pangan yang telah dilatih secara khusus untuk menjadi auditor, banyak di antara mereka merupakan profesor. Oleh karenanya, rumah makan yang sudah tersertifikasi halal tidak perlu diragukan lagi kehalalannya.


HokBen Halal?

sumber: http://www.hokben.co.id/menu/detail/omiyage-4

HokBen telah mengantongi sertifikat halal dari LPPOM MUI (gak mungkin berani bikin acara begini kan ya kalo gak punya sertifikat, hehehe). Meskipun HokBen menggunakan 100% daging sapi impor, tapi pengirimnya sudah dipastikan telah memotong sapi tersebut dengan "Bismillah". Halal, Insyaallah :) dan btw, HokBen enak banget, beneran, nagih. Jadi pengen, hahaha..

1 komentar: