Menolong Diri Sendiri

And you'll finally see the truth that a hero lies in you - Hero, Mariah Carey


Awal April 2016 aku menghabiskan tujuh malam di rumah sakit akibat sakit kepala hebat. Segala macam pemeriksaan menunjukkan bahwa tidak ada kelainan dalam rongga kepalaku, normal. Namun, ketika sakit kepala itu datang, seluruh tubuh tegang, gemetar, berkeringat dingin, dan sulit bernafas, di samping kepala yang rasanya sakit luar biasa. Sampai hari kepulanganku aku masih sangat bergantung dengan oksigen, juga obat pereda sakit. Sehari setelah aku pulang dari rumah sakit, ayah mertua sepupuku menjengukku dan berkata,"anak muda itu seringkali tidak bisa mengidentifikasi masalah dirinya, dirinya stress tapi tidak sadar kalo sedang stress. Padahal stress larinya ke fisik, akhirnya jadi penyakit dan gak sembuh-sembuh, lha wong gak tau masalahnya kok. Bisa jadi sakit ini karena stress tapi Mbak Ulfah gak tau masalahnya".



Gejala stress datang secara bersamaan

Perkataan ayah mertua sepupuku terus terngiang di dalam telinga. Aku mulai menyadari bahwa sakitku kemarin adalah respon alami tubuh terhadap stress. Pada saat aku mengalami sakit, aku juga sekaligus mengalami rasa cemas dan rasa gak berguna, turunnya produktivitas, serta perubahan pola tidur yang seluruhnya merupakan gejala stress. Selain itu, berat badanku turun hingga 12 kg dalam waktu yang singkat! Aku tau aku butuh pertolongan untuk keluar dari stress ini. Sayangnya, aku tidak tau apa penyebab utama aku mengalami stress. 

Aku berusaha menceritakan masalah-masalahku ke orang terdekat, berharap ada yang membantuku mengidentifikasi masalah dan keluar dari perangkap stress ini. Namun, tidak peduli seberapa lengkap aku menceritakan segala masalahku ke orang-orang terdekat, aku masih belum juga menemukan pertolongan. Tanggapan mereka justru menambah perasaan bahwa aku ini payah dan gak berguna, ada yang terasa menyudutkan dan menyalahkan, ada yang terlalu menggurui, ada pula yang terlalu jauh pendekatannya dengan kondisiku. Ah, mungkin juga ini akibat hati yang menjadi over sensitif ketika sedang mengalami stress. Pada akhirnya, respon-respon tersebut justru malah membuatku semakin tertekan.


Tidak harus menunggu datangnya pertolongan

Perlahan aku mulai menerima kenyataan bahwa kita gak akan pernah mampu membuat orang lain memahami seutuhnya permasalahan kita. Hal ini dikarenakan pada dasarnya manusia hidup di atas ego masing-masing. Cara mereka melihat masalah kita akan selalu dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman hidup mereka. Mengharapkan pertolongan dari orang yang tidak memahami posisi kita tentu bukan hal bijak. Kita lah yang seharusnya paling bisa memahami diri, sehingga kita sendiri juga yang seharusnya mampu menolong diri kita sendiri.

Aku mulai mencoba menolong diriku dengan melakukan self-talking (berbicara pada diri sendiri), aku menyapa diriku sendiri dengan panggilan "sayang", berusaha membuat diri ini tenang dan merasa berharga kembali, berusaha meyakinkan diri sendiri bahwa apa yang sedang kuhadapi akan berlalu. Selanjutnya aku memaksa diri mencari jalan mengusir stress itu, dari sekedar mencari artikel di internet hingga mengikuti kelas pengelolaan stress. Tekad kuat untuk keluar dari belenggu stress adalah kunci untuk menolong diri sendiri.


Strategi manajemen stress

Salah satu caraku menghadapi stress adalah dengan mengikuti kelas psikoedukasi. Menambah ilmu membuat kita mampu menata langkah dengan tepat. Dina Wahida, M. Psi., Psikolog, selaku pembicara menyampaikan bahwa ada 8 strategi manajemen stress, yaitu:

1. Menyeimbangkan kondisi fisik-psikis 
Caranya adalah dengan melakukan aktivitas fisik supaya aliran darahnya lancar, katanya. Jadi, kalau stress jangan cuma glundang-glundung di kamar. 
2. Bersosialisasi 
Seringkali orang stress justru mengisolasi diri, hal ini adalah sebuah kesalahan besar. Ketika bersosialisasi dengan orang lain, pikiran kita dipaksa untuk tidak memikirkan hal-hal penyebab stress. Sementara jika kita sendirian, kita justru akan semakin fokus meratapi hal-hal yang membuat stress. 
3. Menghindari aktivitas yang justru akan menimbulkan stress baru 
Banyak orang sering menghadapi stress dengan cara yang salah, contohnya berbelanja (lah malah duitnya habis jadi stress lagi), makan banyak (lah malah jadi gendut tambah stress), nonton tv/drama non-stop (lah malah baper, lah waktunya habis percuma, lah kerjaan gak kelar, stress deh), menambah frekuensi merokok (gak sehat bos!), dll
4. Mengubah cara komunikasi dan manajemen aktivitas 
Untuk yang stressnya karena merasa waktu 24/7 kurang untuk beraktivitas. Oiya, bukan sekedar bikin rencana aktivitas ya, eksekusinya yg lebih penting
5. Beradaptasi dengan stresor
Berdamai dengan penyebab stress sangat penting dalam upaya pengendalian stress. Mengenali masalah-masalah yang dimungkinkan menjadi penyebab stress wajib dilakukan. Jangan pernah lari dari masalah!
6. Menerima hal-hal yang tidak bisa dikendalikan
Jika setelah dilakukan identifikasi masalah ternyata ditemukan hal-hal yang tidak bisa diubah, maka satu satunya cara adalah dengan menerima dengan ikhlas hal tersebut.
7. HAVE FUN DAN RELAX!
Lakukan hal-hal yang disenangi dan bersikaplah lebih santai. Hal ini akan mengurangi ketegangan pada syaraf-syaraf, karena stress adalah permasalahan neurotis (berhubungan dengan syaraf).
8. Menjaga gaya hidup sehat
Hal ini juga berkaitan dengan keseimbangan kondisi fisik-psikis. Masih ingat ungkapan "Mens sana en corpore sanoDi dalam tubuh yang sehat terhadap jiwa yang kuat?". Nah, persis seperti itu!


Ilmu tanpa perbuatan ibarat pohon tidak berbuah

Apalah artinya berilmu jika tidak dilakukan? Setelah mendapatkan ilmu tersebut, langkah penting selanjutnya adalah mempraktekkannya di dunia nyata. Sampai hari ini aku masih belajar mempraktekkan teori tersebut. Walaupun belum sempurna dalam melakukan hal-hal di atas, namun hasil yang diperoleh sudah cukup menggembirakan, alhamdulillah.

Ada satu hal yang sangat penting, kedekatan diri dengan Sang Pencipta sangat mempengaruhi kemampuan kita menolong diri sendiri. Tekad yang kuat, rasa sayang terhadap diri sendiri, perasaan ikhlas atas segala yang terjadi dan keyakinan bahwa stress ini akan berlalu, semua bisa dilakukan karena adanya rasa percaya bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan hambaNya seorang diri. Tentu dengan catatan hambaNya tidak hanya nglokro meratapi nasib. Berjuanglah melawan stressmu, Tuhan akan menyertai usahamu!

Secara teori, stress paling sering terjadi akibat tekanan dari dalam diri, akibat cara kita memandang masalah. Oleh karenanya stress adalah sebuah tantangan bagi kita untuk dapat memanage diri kita sendiri. So, jadilah pahlawan bagi dirimu sendiri!

6 komentar:

  1. Mak, I feel you. Tahun lalu aku mengalami cobaan bertubi-tubi, puncaknya saat Papa dipanggil Tuhan. Nggak ada yang bisa menolong kita keluar dari stress, kecuali diri kita sendiri. Jalan-jalan ke taman sore hari, cukup membantu Mak ^^ Tetap semangat yaaa :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mak, kita harus setrong! Hehehe... Makasih yaa :)

      Hapus
  2. betul sekali, siapa lagi kalau bukan diri sendiri yg menolong kadang teman bukan membantu malah bikin runyam

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe, tanpa mengesampingkan niat baik temen yang mau bantu, tapi iya aku setuju. Kadang orang lain yang mau ngebantu berujung gak solutif karena mereka gak tau persis sih ya :)

      Hapus
  3. Ini acara kpn peh? Wealah awal April dirimu sakit to? Baru tau, hiks

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya e mbak, masuk rumah sakit di hari kita janjian ketemuan itu :( fail banget yak, hahaha... Acaranya anak fisipol sih, aku nimbrung aja :p

      Hapus