Menempa Kesabaran Diri di Laboratorium

When every single detail counts

sumber gambar: http://www.thyrocare.com/images/About/ELISA.jpg

Tepat dua bulan lalu aku berangkat ke Jepang dengan mengantongi berbagai macam ekspektasi. Ekspektasi tentang negaranya, tentang masyarakatnya, tentang lingkungannya, tentang makanannya, tentang kegiatan penelitiannya, juga tentang jalan-jalannya #eh. Lalu, pengalaman apa saja yang sudah didapat dua bulan ini? Banyak! Dari mulai berbagai macam kegiatan liburan di libur panjang golden week, hingga yang paling menghiasi hati saat ini adalah pengalaman-pengalaman baru di laboratorium. Tulisan-tulisan tentang liburan sudah aku siapkan, termasuk tulisan tentang pengalaman shimanami kaido yang sangat aku idamkan sejak sebelum berangkat. Namun, rasanya tulisan ini lebih penting untuk diselesaikan lebih awal. Well, ya, tulisan ini akan lebih banyak membahas tentang pengalamanku di laboratorium, jadi kalau kalian tidak tertarik dengan dunia per-laboratorium-an atau justru sudah khatam dan lelah dengan kata "laboratorium", maka jangan teruskan baca tulisan ini. Hehehehe.

Sabar dalam Belajar

Pengalamanku bekerja di laboratorium belum banyak, memang. Ini baru kedua kalinya aku melakukan penelitian di laboratorium setelah yang pertama dulu saat skripsian (bantu-bantu penelitian orang lain gak kuhitung ya). Meski begitu, tetap saja aku merasa saat ini aku berpindah haluan. Aku yang dulu sudah sangat menikmati peran sebagai "anak reka" dan melakukan penelitian berkaitan dengan rekayasa proses, hari ini qadarullah harus bereksperimen dengan benda tak kasat mata bernama sel. Kecemplung kalau orang Jawa bilang. Aku bilang kecemplung karena memang penelitian ini berbelok dari yang aku rencanakan pada awalnya. Sebab perubahan penelitian ini sulit dijelaskan dalam satu tulisan, kalau penasaran boleh tanya langsung deh. Hehehehe.

Meskipun di jurusanku juga dipelajari ilmu-ilmu terkait sel, tetapi sifatnya masih dasar. Itupun hanya didapat di semester satu ketika s1 (karena setelah itu bahasannya mulai spesifik ke mikrobiologi pangan). Apalah yang masih diingat, hehehehe. Ditambah lagi, sedari dulu aku selalu menghindari hal-hal yang berbau mikrobiologi, bioteknologi dan sejenisnya. Padahal, lab-ku di sini namanya saja sudah "Animal Cell Technology", kurang jelas apa lagi? Jelas pokok bahasannya ya tentang sel. Pertama kali aku membaca jurnal-jurnal yang ditulis oleh member lab ini rasanya pengen nangis-nangis. Banyak istilah yang sama sekali belum pernah kudengar sebelumnya, teori-teori yang sama sekali belum pernah kupelajari juga menghiasi isi jurnal-jurnal tersebut. Itulah tempaan kesabaran yang pertama, yaitu sikap sabar dalam belajar, tidak bisa terburu ingin memahami suatu hal, ikuti prosesnya, pahami tahap demi tahap hingga sanggup merangkainya menjadi satu ilmu utuh. Sabar, sabar dan sabar terus serta minta bantuanNya untuk dimudahkan dalam memahami ilmu tersebut.


Tenang dan Sabar dalam Perbuatan

Sudah menjadi rahasia umum bahwa bekerja dengan biologi seluler itu harus benar-benar teliti dan hati-hati. Salah sedikit bisa merubah keseluruhan hasil yang didapat dan bisa jadi membuat kita harus mengulang kembali berbagai macam prosedur yang seringkali membutuhkan waktu berhari-hari untuk mengerjakannya. Bukan berarti jika bekerja di laboratorium lain kita tidak membutuhkan ketelitian dan kehati-hatian, tetap saja butuh, namun benda mikro ini membutuhkan kehati-hatian yang berkali-kali lipat dibandingkan ketika kita bekerja dengan benda non-mikro.

Terkadang aku masih terbawa dengan pola kerja di laboratorium rekayasa, di mana perbedaan setengah mililiter ketika mengukur volum atau satu-dua miligram ketika mengukur massa seringkali tidak menjadi permasalahan yang berarti, juga saat aseptis dan steril sama sekali tidak dipusingkan. Teman lab-ku sering mengingatkan, "urufa-san, slowly slowly, be careful" ketika aku mulai grusa-grusu dalam mengerjakan (padahal ya nggak grusa grusu banget, cuma ya karena memang every detail counts itu lah jadinya yang biasa aja terasa grusa-grusu).

Pernah suatu ketika aku menuang air destilasi tidak dengan ekstra hati-hati, ada satu tetes yang mencolot dari gelas beaker, senpai yang mendampingiku langsung heboh, dan percobaan harus diulang dari awal (cuma karena air setetes bayangin -_-). Di lain waktu, pernah aku mengambil sebuah larutan dengan pipet 8 lubang, tidak sengaja aku mendorongnya terlalu kuat sehingga salah satu tip menghasilkan gelembung udara kecil-kecil di dalam wadah, untungnya senpai tidak memintaku untuk mengulangnya, hanya saja dia langsung memberi wejangan panjang lebar supaya kejadian itu tidak terulang kembali. Masih banyak kejadian lain yang cukup menguji kesabaranku. Dari berbagai kejadian yang kualami sejauh ini aku belajar untuk lebih sabar, tenang dan hati-hati dalam melakukan suatu perbuatan.


Sabar dalam segala proses

Bekerja di lab ini membutuhkan fisik dan konsentrasi yang prima dalam setiap waktu, tidak peduli sudah berapa jam kita bekerja atau berapa jam kita tidur malam sebelumnya, konsentrasi harus benar-benar terjaga. Meleng sedikit bisa kacau seluruh percobaan. Dalam melakukan percobaan, adakalanya kita tidak sempat istirahat sama sekali dalam sehari. Jangankan makan, sholat pun kadang harus memanfaatkan sela-sela waktu inkubasi yang kadang hanya tersisa lima atau sepuluh menit. Jam kerja pun lebih sering overtime daripada tepat waktu. Biasanya aku menghabiskan kurang lebih 10 jam di lab setiap harinya. Tetap, seperti apapun kondisi badan dan pikiran kita, konsentrasi prima tetap menjadi tututan utama.

Pikiran-pikiran lain di luar penelitian harus benar-benar disingkirkan ketika sudah jikken (melakukan percobaan). Jadi segala macam baper, laper, sedih, bahagia, atau apapun harus ditinggalkan di luar pintu ruang eksperimen. Sekali sudah masuk ruang eksperimen harus sudah benar-benar fokus dengan apa yang dikerjakan. Sebab, jika tidak, yang terjadi adalah data akan kacau. Satu kesalahan konyol saja bisa mengacaukan seluruh eksperimen (hiks).

But I have to stick with it, right? Aku harus membiasakan diri dengan hal tersebut. Maka apapun kondisi hatiku, bagaimanapun kondisi fisikku, aku harus selalu berusaha persisten, menjaga semangat, stamina dan fokus. Suka atau tidak suka, mempertahankan hal-hal tersebut membutuhkan sikap sabar dan ikhlas loh. Masak sebegitunya sih? Yes, try it if you don't believe it. Tanpa kesabaran dan keikhlasan, adanya frustasi dan stres doang. hahahaha.


Sabar dalam Menerima Kenyataan

Hahahaha. Sounds desperate, huh? hahaha... Tapi itulah... Namanya penelitian ya pasti harus siap dengan hasil yang sering kali ngaco dan bikin gemes. Hahaha. Semua yang penelitian pasti ngalamin ini. Jadi, yuk mari kita sabar.. Hahahaha..

Ada banyak hal lain yang ingin kuceritakan kaitannya dengan kehidupan lab-ku di sini. Tapi mungkin aku hadirkan di tulisan yang akan datang saja ya. Lagipula ini baru dua bulan, masih panjang perjalanan, masih banyak yang harus dipelajari dan dihayati.

Selamat mengarungi samudera kehidupan, jangan lupa bawa sabar dan ikhlas sebagai bekal perjalanan yaaa ;)





Matsuyama, 20 Mei 2017
Ardhika Ulfah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar