Jadi Guru itu Asyik

Tulisan ini bukan tentang guru-guru di sekolah. Tulisan ini -seperti halnya tulisan lain di blog ini- hanyalah sebuah curahan hati atas pengalaman pribadi...






Sudah dua bulan ini aku bergabung menjadi pengajar di madrasah diniyah An-Najm, membagi ilmu Al-Quran pada anak-anak di lingkungan tempat tinggal. Semua berawal dari kegundahan hati pasca pendadaran, adanya dorongan dari dalam diri untuk bersegera memberi arti bagi hidup, bermanfaat bagi orang lain. Keterbatasan diri dan juga karena kondisi yang saat itu belum lulus secara resmi (belum yudisium) membuatku mengurungkan niat untuk mengikuti program pengabdian ke pelosok negeri. Setelah melalui proses putar otak dengan disertai permohonan hati akan bimbinganNya, akhirnya kuputuskan untuk bergabung dengan madrasah ini... Prinsipnya adalah "jika belum bisa memberi manfaat besar, maka berilah manfaat kecil apapun bentuknya. Yang penting, jangan sampai kamu hidup tidak ada artinya"

Tidak perlu waktu lama sampai akhirnya aku dipanggil untuk mengajar di madrasah ini. Selain karena madrasah ini memang sedang sangat membutuhkan guru, juga karena beberapa tahun lalu madrasah ini pernah memintaku untuk ikut bantu-bantu di sana, sayangnya kuliah, praktikum, organisasi di kampus dan asrama sudah cukup menyita waktuku sehingga aku tidak berani berkomitmen apa-apa pada waktu itu. Setelah pendadaran usai, sembari mengisi waktu luang aku mengajar di madrasah. Di kemudian hari aku justru menjadikan madrasah ini sebagai tempat refreshing. Apa sebab? Karena di madrasah aku bertemu anak-anak, menyelami dunia mereka, bercanda ria... Sikap-sikap manja mereka menambah manis suasana hati... Sementara aktivitasku di kampus melulu berkutat dengan alat-alat lab, madrasah menawarkan keceriaan yang tidak ditawarkan oleh kampus, Sementara persiapan sekolah lanjut seringkali membuat resah, gundah, lelah dan stress, madrasah menjadi obat penawar bagi semua gejolak rasa...

Menjadi seorang pengajar bukan hal yang benar-benar baru untukku. Aku pernah beberapa kali terlibat kegiatan mengajar, walaupun tidak secara formal. Bagiku, menjadi seorang pengajar adalah sebuah pekerjaan yang menyenangkan. Apalagi jika semua diniatkan untuk Allah semata. Bahwa semua yang kita usahakan ini adalah upaya untuk meraih ridho Allah. Membantu Allah mengajarkan Al-Quran pada anak-anak. Rasanya begitu nikmat. Memberi dan terus memberi. Sebagai gantinya, Allah berikan nikmat yang tidak bisa dinilai uang: "Kebahagiaan".

Pengalaman Outbond: Belajar menjadi ibu dalam sehari

Sedikit mengingat kembali momen indah pada hari Minggu (8/11/2015). Di hari itu seluruh santri madrasah, guru-guru dan juga orang tua/wali mengikuti outbond di daerah Turi, Sleman. Beberapa santri datang sendiri, tanpa orang tuanya. Ada satu santriwati yang akhirnya ada di bawah tanggungjawabku. Dea namanya, seorang gadis cilik yang sangat cantik. Kami berdua mengikuti games ibu-anak. Berinteraksi dengan sangat menyenangkan. Setelah games tersebut, aku dan Dea menjadi sangat dekat. Bahkan, Dea tidak mau jalan kalau tidak aku gandeng. Hahaha...

Hari itu, selain games dan kegiatan outbond yang memang dirancang untuk ibu-anak, aku juga menjadi orang yang menyuapi dan memandikan Dea. Memandikan anak kecil adalah hal yang sangat baru buatku. Sebuah pengalaman yang begitu lucu sebenarnya. Hahaha...

Aku, Dea, dan Bu Kholid (kepala madrasah)


Menjadi guru, berarti belajar menjadi ibu... Pada akhirnya nanti aku harus menjadi madrasah pertama bagi anak-anakku, bukan?



Banguntapan, 25 November 2015
Ardhika Ulfah



3 komentar: