As you travel solo, being totally responsible for yourself, it's inevitable that you will discover just how capable you are
Jangan tanya bagaimana awal ceritanya sampai akhirnya aku melakukan perjalanan seorang diri ke negara orang, it's a long story. Perjalanan ini bukan perjalanan biasa bagiku karena seumur hidupku belum pernah aku pergi seorang diri kemanapun! Seorang anak gadis berjilbab yang tinggal di kampung tiba-tiba berkelana sendirian melintasi dua negara? Aku pun masih belum percaya aku benar-benar berhasil melaluinya.
Meminta izin orang tua, bukan perkara mudah
"Ulfah, gak mau beli apa-apa po? Gak nyesel nanti sampe Indonesia gak beli apa-apa di sini?", tanya ibuku saat kami mulai memasuki serambi Masjid Nabawi, Madinah. "Enggak buk", jawabku singkat. Ibuku menatapku curiga kemudian bertanya, "Ada yang ibuk gak tau? Kamu punya rencana apa? Kamu butuh duit buat yang lain?". Cecaran pertanyaan dari ibuku inilah yang akhirnya menggoyahkan pertahananku. Awalnya aku ingin bercerita dan minta izin dari kedua orangtuaku untuk melakukan perjalanan sendiriku ini setelah kami pulang dari tanah suci supaya tidak mengganggu fokus ibadah mereka. Tapi apa daya, ketika ibu sudah mencecarku dengan berbagai pertanyaan, akhirnya aku buka semua kartu dan meminta izin di hari itu.
Sejauh yang aku lihat sih, ibu cukup open dan tidak berkeberatan dengan rencanaku itu. Bahkan setelah aku jelaskan alasanku ingin pergi sendiri pun ibu menjadi sangat suportif. Namun, tidak begitu dengan bapak. Perlu waktu cukup lama sampai akhirnya bapak mengizinkanku berangkat. Bahkan, kalau boleh jujur, sampai saat bapak mengantarkan ke bandara pun aku masih melihat sorot khawatir dari kedua mata beliau. Hehehe... Bapak mengajakku duduk bersama dan memintaku menjelaskan secara detail rencana perjalananku: ke mana, naik apa, nginep di mana, ketemu siapa, dan lain-lain. Berkali-kali bapak bertanya padaku apakah aku betul-betul yakin bisa dan sanggup melakukan perjalanan sendiri. Pada akhirnya bapak memberikan izinnya, meski dengan rasa khawatir yang tidak berhasil beliau tutupi.
Menjelang keberangkatan
Jadwal penerbanganku ke Kuala Lumpur adalah hari Sabtu, tanggal 12 Maret 2016. Hanya berselang empat hari sejak kepulangan kami dari Arab Saudi. Sebenarnya kondisi badanku saat itu sedang tidak fit. Selama di Arab memang aku sempat drop, demam tinggi dan batuk-batuk tidak karuan. Belum lagi nafsu makan yang hilang entah ke mana (padahal biasanya aku gak punya masalah apapun sama makan). Sampai hari menjelang solotravelling pun badan ini belum benar-benar pulih. Rasa ragu mulai menghinggapi hati, "Apa gak usah berangkat aja ya?". Perasaan ragu ini juga yang mencegahku melakukan packing bahkan sampai menjelang tengah malam di malam keberangkatan. Namun, akhirnya, atas nama sayang tiket udah dibeli (hahahahaa), aku mulai packing setelah pukul 00.00 dini hari.
Aku cukup puas dengan hasil packing-ku, sebuah tas ransel ukuran sedang (entah berapa liter, karena gak ada ukuran liternya) plus satu tas selempang kecil untuk 8 hari perjalanan. Lumayan sedikit lah untuk ukuran perempuan, ya kan? Hehehe... Apa saja yang ada di dalam tas tersebut? Berikut isinya (kali aja ada yang baca dan butuh tau apa aja yang perlu dimasukin tas, hehehe)
Tas ransel :
- Kaos lengan panjang
- Kaos lengan pendek
- Baju formal (aku bawa baju formal karena memang ada rencana main ke kampus orang)
- Cardigan
- Legging
- Rok (karena aku dalam keseharian pakai rok kemana-mana jadi rok is a must lah ya)
- Daleman
- Pembalut
- JILBAB (mostly bergo, yang nyaman dipake buat jalan, tapi aku bawa jilbab formal juga sih)
- Kaos kaki
- Charger HP dan kamera
- Universal adapter (penting karena stop-kontak/plug di malaysia bentuknya beda sama di Indonesia)
- Toiletries (karena aku tanpa bagasi, cairan-gel-gas yang bisa kubawa maksimal 100ml sehingga untuk sabun cair, shampoo, dan sabun muka aku masukin botol kecil-kecil ukuran 20ml an, pasta gigi aku bawa yang ukuran travel, dan bawa parfum ukuran 8ml. Aman deh kurang dari 100ml)
- Handuk
- Mie cup dan makanan kering yang mengenyangkan
- Obat dan vitamin (lagi-lagi karena memang sedang tidak fit sih)
- Print out bookingan penginapan dan seeeeemuuuuuuuaaaaaaa hasil riset di internet (termasuk jalur bis/kereta bahkan peta!)
- Kantong plastik (percayalah benda ini akan selalu dibutuhkan)
- Sandal jepit (agak salah pilih, aku bawa sandal jepit yang agak kurang nyaman dan malah bikin kaki lecet -_-)
Tas selempang:
- Alat sholat (rukuh/mukena pilih yang paling ringan tapi warna gelap jadi gak terlalu nerawang, sajadah penting banget)
- Bantal leher tiup
- Notes 2 buah (satu buat nyatet rute, destinasi dll yang berhubungan sama teknis perjalanan; yang satunya buat pembukuan duit keluar plus nyatet hal-hal super penting)
- Tissue
- Duit
- Kacamata item
- Permen dan makanan kering yang mengenyangkan
- Paspor dan KTP (sebenernya KTP tidak bawa pun tidak apa-apa, tapi aku kurang nyaman kalo tidak membawa KTP)
Oiya, sudah jadi kebiasaan buat aku beberapa waktu belakangan ini, kalau packing selalu aku masukkan kantong/tas yang lebih kecil dan beda-beda warna. Jadi untuk kaos sendiri, baju formal sendiri, bawahan sendiri, daleman sendiri, jilbab dll dst. Buatku pribadi, dengan dimasukkan ke kantong/tas kecil akan bikin lebih mudah ketika akan dipakai, tidak harus bongkar muat dengan heboh. Apalagi kalau backpacking, kadang harus ganti di terminal atau bandara, tidak mungkin kalau bongkar-bongkar dengan heboh di tempat umum begitu kan?
Dan aku pun benar-benar berangkat...
Pagi hari Sabtu tanggal 12 Maret 2016, aku masih belum sepenuhnya yakin mau berangkat. Ada banyak bayangan yang membuatku takut dan ragu lagi untuk berangkat. Bagaimana kalau ketemu orang jahat, bagaimana kalau nyasar jauh ke tempat yang aku gak tau, bagaimana kalau kehabisan uang, bagaimana kalau sakit, dan banyak bagaimana kalau bagaimana kalau yang lainnya. Tapi toh pada akhirnya aku membulatkan tekad, bismillah berangkat. Bapak dan ibu mengantarkan sampai ke terminal B bandara Adisucipto. Pertama kali tuh naik pesawat lewat terminal B. Dua tahun lalu (waktu pertama kali naik pesawat antar negara dari Adisucipto) penerbangan internasional di bandara Adisucipto masih di terminal A, nyempil di pojokan. Hehehe...
Setelah check in, aku masuk ke dalam anjungan dan menemukan kenyataan bahwa imigrasinya belum buka! Usut punya usut ternyata memang imigrasi di bandara Adisucipto baru buka satu jam sebelum pesawatnya berangkat. Jadilah aku dan banyak penumpang lainnya menunggu cukup lama di pintu imigrasi. Sampai detik itu pun aku masih ragu loh, hehehe...
boarding pass sudah di tangan, tapi masih gak yakin mampu bertahan di negara orang sendirian |
Setelah melewati imigrasi dan pemeriksaan barang terakhir aku masuk ke anjungan internasional (yang sebenernya malah gak lebih oke dari anjungan domestik, wakakakak) dan nunggu di sana sebentar sebelum akhirnya benar-benar terbang ke Kuala Lumpur. Selama perjalanan Jogja-Kuala Lumpur aku tidur thok kerjaannya, hehehe. Maklum ya, semalem sebelumnya begadangan gak jelas dan memang bosen di pesawat (lupa bawa bacaan jadi bosen banget).
Sekitar dua setengah jam kemudian pesawatku sampai di Kuala Lumpur, Alhamdulillah... Lagi-lagi, untuk kali pertama mendarat di KLIA2. Karena terakhir kali aku ke Kuala Lumpur turunnya di LCCT yang jauh lebih kecil. Setelah mendarat aku grogi, bingung harus ke mana. Jalan kakinya kan jauh banget ya dari tempat aku turun dari pesawat ke imigrasinya. Pengen ke toilet pun ku tahan-tahan karena takut nyasar di bandara. Wahahaha... Kocak banget lah kalau inget. Sejak turun dari pesawat sampe di imigrasi aku jadi buntutnya sekelompok bapak-bapak Tionghoa asal Magelang, ihihihihi... Ya daripada nyasar kan? :p
Assalamualaikum, Kuala Lumpur...
Setelah beres dengan urusan imigrasi dan customs aku langsung pesen tiket jetbus di pintu keluar kedatangan. Tujuan pertamaku adalah Terminal Bersepadu Selatan (TBS) untuk sekedar beli tiket bis ke Hat yai, Thailand. Sebenarnya rencana keberangkatanku ke Hat yai ini masih hari Senin, tapi daripada kehabisan tiket kan mendingan beli dulu ya. Harga tiket dari KLIA2 ke TBS adalah 10 ringgit. Aku pesan tiket untuk pemberangkatan 2 jam setelah aku beli tiketnya, agak kelamaan sih ternyata. Awalnya sih niatnya karena mau mampir solat dan takut akan nyasar di bandara, ternyata malah jadi duduk galau kelamaan di ruang tunggu lantai 1. Hehehehe.. Oiya, ruang tunggu lantai 1 adalah ruang tunggu untuk nungguin bis dan taksi (siapa tau ada yang baca dan minat ngebolang ke Kuala Lumpur juga), hihihi.
Tiket ke TBS |
Jam 6.30 waktu setempat aku berangkat ke Terminal Bersepadu Selatan. Sesampainya di sana langsung menuju counter nomor 4. Sebenarnya di TBS ini mau beli tiket di counter nomor berapapun bisa kok, cuman saat itu memang counter nomor 4 yang paling sepi. Begitu tiba giliranku untuk beli tiket langsung aku bilang tujuanku ke embaknya yang jaga counter, "Hat yai". Si embak kelihatan bingung untuk sementara waktu, baru kemudian ngomong, "Oooooh... Hat nyai". Beberapa hari setelah itu aku percaya banget kalau pronounce yang bener adalah Hat nyai -_- (cerita tentang ini disambung besok pas di hari ketiga yaa).
Tiket KL-Hat yai |
Dari gambar tiket di atas ketauan dong aku naik bis Alisan Golden Coach. Nah ini di luar perkiraan banget! Hehehehe... Jadi ekspektasi dari Indonesia adalah beli tiket bis "Sri Maju", sudah sampai cari pool nya Sri Maju di Hat Yai via Google Map supaya gak nyasar di Hat Yai. Macem-macem deh persiapan matengnya. Eh, ternyata pas mau dibeli, si Sri Maju ini gak ada di daftar bis yang bisa dibeli di counter, wkwkwk. Akhirnya beli Alisan Golden Coach deh, lebih mahal dikit sih, tapi super sesuai lah sama fasilitasnya. Nah, yang kemudian jadi masalah adalah aku gak tau di mana poolnya Alisan dan aku lupa untuk cari tau sampai hari keberangkatan. Wkwkwk... Tapi cerita ini nanti deh ya kuceritain di hari ketiga. Hehehehe.
Kemudian aku kelaperan. Hehehehe... Iyes, pagi lupa gak sarapan, siang di dalem pesawat tidur terus, sampe KL juga gak kepikiran buat makan. Ya sudahlah, jam 8 malem baru terasa super lapar. Hehehehe... Naik satu lantai ke atas menuju ke Teratai Food Court dan langsung beli tiket buat makan. Iyes, makannya pake tiket. Hehehehe... Jadi sistemnya adalah kita datang ke loket untuk menukar uang ringgit kita ke bentuk tiket, kemudian kita beli makan dan bayar pake tiket (semacam kartu debit lah) terus selesai makan, kalau masih ada sisa ya uangnya bisa diminta lagi.
Pintu masuk ke tempat makan |
Tempat nuker duit ringgit jadi kartu |
Sejatinya makan di tempat ini sangat murah, beneran. |
Perut kenyang, hati tenang, hehehe.. Setelah selesai beli tiket, makan dan sholat, aku naik komuter ke KL sentral yang diterusin naik monorail ke bukit bintang. Sebenernya niatnya adalah mau ke hostel, karena udah teler banget pengen tidur, tapi aku nyasar masuk ke area Jalan Alor yang super duper ramai di malam hari. Untuk yang udah pernah ke KL tau lah ya Jalan Alor tempat apaan. Jalan Alor ini tempat makan yang lumayan terkenal sih di KL, tapi sayangnya, sebagian besar makanan di sana gak halal. Untung udah makan di TBS, jadi gak terlalu tergiur pengen nyobain babinya :p #eh hehehehe.. Enggak ding, orang nyium bau babi aja mual, gimana mau nyoba? Hehehehe... Makan di sana sekalipun halal, kalau aku tetep gak bisa masuk karena dikelilingi penjual babi-babian. Bukan karena anti atau apa, cuman mual aja, kan gak nyaman ya makan sambil mual. Tapi kalau temen-temen mau nyobain boleh banget laah :)
Setelah menelusuri Jalan Alor dari pojok sampe pojok, aku gagal menemukan hostelku. Akhirnya aku tanya sana sini yang secara mengejutkan aku nanyain orang Indonesia terus. Hihihihi... Setengah jam kemudian aku menemukan hostelku. Bukan karena jauh jaraknya, bukan karena aku nyasar terus sih jadi harus menghabiskan waktu setengah jam. Aku butuh waktu lama karena sambil lirik sana lirik sini cari bule yang menarik :v hohoho... Habisan ada beberapa bule yang ngamen, wahahaha...
salah satu bule yang cari duit dengan mainan api di pinggir jalan |
Lokasi hostelku sebenarnya strategis, dekat dengan banyak tempat. Hanya saja, hostel ini dikelilingi pub. Kalau malam, subhanallah, suara musiknya kayak di bawa masuk sampai kamar. Entah pub itu sebenernya kayak gimana (karena aku anak ndeso dan super konvensional jadi gak tau kalo di pub sebenernya pada ngapain). Satu yang pasti, suara musiknya sama kayak suara musik dugem, plus banyaaaak banget orang teriak-teriak di pub-pub itu. Gak tau deh ngapain, teriak-teriak terus ngakak. Ckckck... Dengan kondisi polusi suara yang seperti itu di malam hari, wajar dong kalau kemudian aku gak bisa tidur malam itu? Hehehehe... Bisa sih, bisa tidur setelah dipaksa merem. Hehehee... Besok paginya ketika bangun suasana udah sepi nyenyet. Jadi, daerah-daerah macam ini ternyata kalo pagi sangat menyenangkan, dia gak menyenangkan hanya di malam hari aja. Hehehehe... Emm... Kalau di Jogja, mungkin ini semacam daerah Prawirotaman lah, versi lebih gemerlap. Emm... Kayak Kuta, Bali kali yaa....
Hari pertama selesai, badan sudah diistirahatkan... Bersiap hari ke dua ya :)
Ya Allah. Panjang bener ceritanya. Dan kamu lewati itu sendiri? Keren banget!
BalasHapusIyaaa, sendiri til... Tapi bahagia kok ;)
Hapusbaru baca ceritanya mba... jd mengenang dulu waktu ke TBS tujuan daerah hat yai juga sendirian jam 12 malem bawa koper angkat2 naik tangga yang naik turun..
BalasHapusitu sesuatu banget :"
Lhoh Devi ada acara apa di Hat yai? Bawa koper banget, Dev? Luar biasa. Hahahaha
HapusTerkadang ada nikmat tersendiri as solo traveller fah. Sometimes we need alone to know who am i? What is my weakness and strongness. Good luck ulfah :))
BalasHapusKok bisa milih Hostel di tengah pub Dek?hoho. Kapan2 travellingnya Mbok berdua, sama aku=D
BalasHapus